Minggu, 28 April 2013

laporan analisis pangan saya...:)


LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS PANGAN
“Pembuatan Larutan NaOH dan Standarisasi Larutan HCl”

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Suryani
(12733037)






PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2013

Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N Dan Standarisasi Normalitas HCl

Tujuan Praktikum
1. Mampu menjelaskan prinsip standarisasi
2. Mampu melakukan standarisasi larutan 
3. Mampu mendeskripsikan hasil standarisasi larutan
4. Mampu memuat larutan

Waktu dan Tempat Praktikum
Waktu : Kamis, 21 Maret 2013
Tempat : Laboratorium THP, Politeknik Negeri Lampung

Dasar Teori 
Larutan yang akan digunakan untuk analisis sebaiknya diketahui secara pasti konsentrasi  atau normalitas nya , sehingga keslahan analisis akibat bahan kimia yang digunakan tidak terjadi . larutan yang telah dibuat dalam jangka waktu lama dapat mengalami perubahan karena factor lingkungan , misal nya solvent / pelarutnya menguap dan terjadi perubahan normalitasnya. Bila larutan yang digunakan tidak diketahui normalitas nya dapat dicari normalitas nya atau normalitas nya diragukan dapat dilakukan pembakuan atau standarisasi menggunakan larutan standar yang diketahui normalitas nya. Untuk mengetahui normalitas sebenarnya terhadap larutan NaOH dan HCl dapaat dilakukan pembakuan menggunakan larutan asam oksalat ( H2C2O4. 2H2O ) 0,1 N.

Alat dan Bahan

Alat  : 
Buret - Statif + Klem
Erlenmayer - Labu ukur
Pipet ukur - Pipet tetes
Corong - Bulp
Alas titar - Neraca analitik
Gelas kimia - Cawan arloji
Bahan
NaOH 0,1 N - HCl
Indicator pp - Aquadest

Prosedur Kerja

Membuat Larutan NaOH 0,1 N Standar

Menyiapkan alat dan bahan 
Membersihkan peralatan 
Menimbang 1 gram NaOH , melarutkan dalam gelas piala dengan aquadest
Memasukkan ke dalam labu takar 250 mL , lalu menambahkan aquadest sampai tanda tera dan menghomogenkan nya
Menyimpan di botol gelas

Standarisasi Normalitas Larutan HCl

Menyiapkan alat dan bahan 
Membersihkan peralatan yang akan digunakan 
Memipet 10 mL larutan HCl yang akan dilakukan standarisasi dan memasukkan nya kedalam erlenmayer 100 mL 
Memasukkan NaOH kedalam tabung buret sampai tanda tera dan pasang buret pada triple beam balance kemudian memastikan pada alat pengeluaran buret rapat dan tidak bocor
Menambahkan 2 tetes indicator pp kedalam larutan HCl 
Melakukan titrasi HCl dengan NaOH dan mencatat volume NaOH yang diperlukan ( sampai titik akhit titrasi )
Melakukan perhitungan Normalitas HCl, serta mencatat volume NaOH yang di perlukan. 

Data Pengamatan

Pembuatan larutan NaOH 

Aquadest : 250 mL
Berat NaOH : 1, 0980 gram

Standarisasi Normalitas HCl

V. HCl : 10 mL
N. HCl : 0,0955 N
V. NaOH : 9,55 mL
N.NaOH : 0,1 N
Indicator pp : 2 tetes
Perubahan warna : dari tidak berwarna menjadi pink seulas
Data Kelompok 
No Nama Volume NaOH Volume HCl Normalitas NaOH Normalitas HCl Indicator pp
1 Bagus Chandra 9,575 mL 10 mL 0,1 N 0,09575 2 tetes 
2 Endang Subakti 9, 56 mL 10 mL 0,1 N 0,0956 2 tetes
3 Revi Anggraini 9,57 mL 10 mL 0,1 N 0,0957 2 tetes
4 Ismaah Septa A. 9,55 mL 10 mL 0,1 N 0,0955 2 tetes
Perhitungan
Diketahui 
suryani : V1  =  9,55 mL
  V2  = 10 mL
  N1  =  0,1 N
Ditanya : N2 =. . . .?
Jawab : V1. N1 =  V2. N2
  9,55 . 0,1 =  10 . N2
  0,955 . = 10 N2
  N2 = 0,955/10
  N2 = 0,0955 N

Pembahasan
Larutan standar merupakan larutan yang telah di ketahui konsentrasinya. Sehingga di perlukan standarisasi larutan agar kesalahan saat menganalisis bahan kimia tidak terjadi akibat bahan kimia yang di gunakan. Larutan yang berada di erlenmeyer disebut larutan analit yang belum di ketahui konsentrasinya. Larutan yang berada di dalam buret   disebut sebagai titran, dan sudah menjadi larutan standar.  
Pada proses pembuatan larutan NaOH, dengan menembakan akuades ke dalam labu takar sampai pada titik tera, dan kemudian mengocoknya sampai homogen, maka terjadi reaksi ditandai dengan larutan menjadi panas, terjadi reaksi eksotermal, dan ketika diencerkan larutan menjadi bening
Penambahan Indikator fenoftalein yang memiliki pH antara 8 – 9,6 karena fenoftalein termasuk asam lemah dalam keadaan terionisasi. Perubahan warna yang terjadi adalah menjadi kuning, kemudian terjadi perubahan warna lagi setelah larutan NaOH dan HCl ditetesi fenoftalein dari buret dan warnanya menjadi merah muda seulas. Data hasil volume NaOH yang di perlukan berbeda karena setiap masing-masing individu memiliki cara yang berbeda dalam melakukan titrasi. Misalnya saat melihat volume saat akhir titrasi yang berada dalam buret, sehingga perhitungannya pun akan berbeda. Namun selisihnya tidak terlalu banyak.  

Kesimpulan  

Standarisasi di lakukan untuk mengetahui Normalitas menggunakan larutan standar
Volume NaOh yang terpakai sebanyak 9,55 mL
Perhitungan didapatkan konsentrasi titrasi asam terhadap basa sebesar 0,0955 N
Saat mencapai titik akhir titrasi berwarna pink(merah muda) seulas.


DAFTAR PUSTAKA
Vogel.1989.Kimia Kuantitatif, Edisi ke-4,penerbit Erlangga, Jakarta.
Fardiaz, D, dkk. 1995. Analisis Pangan. Penuntun Praktikum. IPB, Bogor
















LAMPIRAN

Soal

 10, 0 mL larutan HCl dititrasi dengan NaOH 0,1 N , tentukan : 
pH saat penambahan NaOH 0,1 N sebanyak  : 
5,0 mL
9,9 mL
10,0 mL
10,1 mL
Jawab
                   HCl + NaOH NaCl + H2O
Mula-mula 10 mmol   0,5 mmol
Reaksi     0,5 mmol   0,5 mmol 
Sisa     0,5 mmol   0,5 mmol

M HCl [ H+ ] = 0,5/(15 ) = 0.033 M = 33 . 10-3 M
pH = - log [ H+ ] = - log 33 . 10-3 = 3-log 33 = 3 – 1,518 = 1,48

HCl + NaOH  NaCl + H2O
Mula-mula 1 mmol o,5 mmol
Reaksi  0,99 mmol 0,99mmol 
Sisa 0,01 mmol 0,99 mmo
M HCl [ H+ ] = 0,01/( 19,9) = 0.0005 M = 5 . 10-4 M
pH = - log [ H+ ] = - log 5 . 10-4  = 4-log 5 = 4– 0,6989 = 33,01


HCl + NaOH  NaCl + H2O
Mula-mula 1 mmol 1 mmol
Reaksi  1mmol 1 mmol 
Sisa  1 mmo
pH = - log Pkw/( Pka) = -log 〖10 〗^(-14)/( 〖10 〗^(-7) ) = - log 10-7= 7

HCl + NaOH  NaCl + H2O
Mula-mula 1 mmol 1,01 mmol
Reaksi  1 mmol 1 mmol 1 mmol 
Sisa 0,01 mmol 1 mmol

 [OH- ] = 0,01/(20,1 ) = 0.00049 M = 49 . 10-5 M
pOH = - log [ OH- ] = - log49 . 10-5  = 5 -log 49 = 5– 1,69 = 3,31

pH = Pkw – pOH 
      = 14 – 3,31 
= 10,69




kadar protein dan serat kasarr

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Teori
Analisa proksimat merupakan salah satu yang metode dalam analisis pangan untuk menentukan kadar suatu bahan pangan. Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsure-unsur C, H, O, dan N, P, S dan ada juga yang mengandung unsur Cu dan Fe. Salah satu cara terpenting yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang terdapat dalam suatu bahan pangan  atau bahan lain. Apabila unsur N ini dilepaskan dengan cara destruksi (perusakan bahan sampai terurai unsur-unsurnya) dan N yang terlepas ditentukan jumlahnya secara kuantitatif (dengan titrasi atau cara lain) maka jumlah protein dapat di perhitungkan atas dasar kandungan rata-rata unsur N yang ada dalam protein. Cara ini sebenarnya memiliki kelemahan yaitu karena terdapat beberapa senyawa ain yang bukan protein yang mengandung unsur N. misalnya amonia,  asam amino bebas dan asam nukleat. Protein memiliki berat molekul yang besar  sehingga mudah sekali terjadi perubahan bentuk fisis ataupun biologisnya. Perubahan sifat  alamiah protein dapat disebabkan karena panas, asam, basa, solven orgaink, garam, logam berat, radiasi sinar radioaktif. Peneraan jumlah protein adalam bahan makanan umumnya dilakukan berdasarkan peneraan empiris (tidak langsung), yaitu melalui penetuan kandungan N yang ada dalam bahan. Cara ini dikembangkan oleh Kjehdahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883. Dalam penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen dari protein saja yang di tentukan. Namun, secara teknis hal ini sulit sekali dilakukan dan mengingat jumlah kandungan senyawa lain selain protein dalam biasanya hanya sedikit, maka penentuan jumlah N total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Dengan demikian, cara Kjehdahl ini sering disebut sebagai kadar serat kasar (crude protein). Tahap-tahap yang digunakan dalam menentukan kadar N dengan cara Kjehdahl aitu dengan cara destruksi, destilasi, dan titrasi. Selain cara Kjehdahl ada beberapa cara lain yaitu cara Van Slyke, metode Lowry, metode Biuret, metode Spektrofotometer UV, metode Turbidimetri, metode pengecatan, dan penentuan protein dengan titrasi formol.
Ada berbagai definisi mengenai serat makanan, di antaranya adalah polisakarida nonpati, yaitu karbohidrat kompleks yang berbentuk dari gugusan gula sederhana yang bergabung menjadi satu serta tidak dapat dicerna. Serat makanan juga bisa didefinisikan sebagai sisa yang tertinggal dalam kolon setelah makanan dicerna atau setelah  zat-zat gizi dalam makanan diserap tubuh. Serat makanan terbagi menjadi dua jenis, yaitu serat yang tidak larut air dan serat yang larut dalam air.
1. Serat Tidak Larut Air
Serat yang tidak larut air umumnya berbentuk selulosa, dan lignin. Serat jenis ini tidak dapat larut dalam air, tetapi mempunyai kemampuan untuk berkaitan dengan air. Hal ini menguntungkan bagi tubuh karena dapat mempengaruhi peningkatan ukuran, berat, dan melunakkan feses sehingga mudah dikeluarkan. Disamping itu, serat juga dapat menghindari terjadinya konstipasi (sembelit).
2. Serat Larut Air
Serat jenis ini mempunyai kemampuan larut dalam air dan merupakan bagian dari dinding sel tanaman yang mudah larut dalam air. Selain itu, serat ini juga berperan dalam mencegah konstipasi. Fungsi lain dari serat ini yaitu berperan dalam menurunkan kadar kolesterol. Jenis-jenis serat yang larut air yaitu mucilage ( Padi-padian, Biji-bijian, Kacang), gum guar (Kacang-kacangan), dan pektin (Kulit Jeruk, Kulit Apel, Lapisan Bawang)(Anonim, 2010). Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban. Istilah dari serat makanan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%). Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Mutu serat dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan, dimana komponen serat makanan terdiri dari komponen yang larut (Solube Dietary Fiber, SDF), dan komponen yang tidak larut (Insoluble Dietary Fiber, IDF)(anonym, 2012). 

1.2 Tujuan 
Mampu menentukan kadar protein kasar dan kadar serat kasar dalam sampel bungkil kelapa
Mampu melakukan analisis kadar protein kasar dan kadar serat kasar terhadap sampel bungkil kelapa

BAB II METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum ini dilakukan pada Senin, 11 April 2013 di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pertanian (THP) Politeknik Negeri Lampung.



2.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk menentukan kadar protein kasar dalam praktikum ini yaitu : sampel bungkil kelapa, H2SO4 pekat, katalis Na2SO, aquadest, NaOH, HCl 40%, indicator PP. 
Bahan yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar dalam praktikum ini yaitu : residu bungkil kelapa, H2SO4 pekat, kertas saring, NaOH 0, 313 N, dan air.  
Alat yang digunakan untuk menentukan kadar protein kasar dalam praktikum ini yaitu : neraca analitik. Sptula, kaca arloji, pipet ukur, bulp karet, alat detruksi, alat destilasi, tabung Kjehdahl, buret, erlenmeyer, beker gelas.
Alat yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar dalam praktikum ini yaitu : neraca analitik. Sptula, kaca arloji, refluks, corong Buchner, erlenmeyer, hot plate stirrer. 
Metode Pelaksanaan
Analisa Kadar Protein kasar
Menimbang bungkil kelapa yang telah diuji kadar lemaknya kedalam labu kjehdal.
Menambahkan katalis (Na2SO4 + CuSO) sebanyak 1 sendok spatula. Kemudian menambahkan H2SO4 0,1 N sebanyak 10 ml.
Memasuukkan labu Kjehdall dalam alat derstruksi, kemudian memanaskan larutannya sampai larutan menjadi jernih selama ± 2,5 jam.
Menutup alat destruksi dengan penutup labu Kjehdall.
Larutan di destruksi dalam ruangan asam.
Menambahkan 100 ml aquadest, kemudian menambahkan NaOH 40% sebanyak ± 30 ml kemudian larutan di destilasi.
Destilasi dilakukan selama ± 20 menit dan menampung air hasil destilasi dalam Erlenmeyer yang berisi HCl 0,1 N  sebanyak 25 ml.
Menghentikan proses destilasi setelah hasil mencapai 150 ml, kemudian mentitrasi hasil destilasi dengan larutan NaOH 0,1 N daan dengan menambahkan indicator phenolptelein (PP) sebanyak 3 tetes.

Analisa Kadar Serat Kasar
Memasukkan residu bungkil kelapa kedalam Erlenmeyer.
Menambahkan larutan H2SO4 dalam larutan sebanyak 150 ml. memasangkan pada refluks hingga larutan mendidih. Kemudian setelah mendidih larutan dipanaskan selama 30 menit.
Menyaring dan memasukkan hasil saringan kedalam Erlenmeyer, kemudian kertas saring dicuci dengan menggunakan NaOH 0,313 N hingga hasil saringan mencapai 150 ml, kemudian mendidihkannya kembali.
Menimbang kertas saring baru yang telah di oven.
Menyaring kembali larutan yang telah di panaskan menggunakan kertas saring yang baru, kemudian residu yang dihasilkan di oven selama 2 jam pada suhu 105¬¬ oC.
Menimbang kertas saring dengan residunya, kemudian menghitung persentase kadar serat kasarnya.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Praktikum
Hasil yang di peroleh dalam praktikum ini yaitu :
Kadar serat kasar
Berat sampel bungkil kelapa : 2,1881 gram
Berat kertas saring + residu : 1,5201 gram
Berat kertas saring kosong :0,7884 gram

Perhitungannya : =([(berat kertas saring+residu)- berat kertas saring kosong])/((berat sampel))  x 100%
=(1,5201- 0,7884)/2,1881  x 100 %=33,44 % 

Kadar protein kasar
Normalitas NaOH : 0,092 N
Volume titrasi blanko : 26,9 ml
Volume titrasi sampel : 14,9 ml
Faktor koversi : 6,25
Berat sampel bungkil kelapa : 501,6 mg

Perhitungan :  N=([(ml titrasi blanko-ml titrasi sampel)x N x 14,008 ])/((berat sampel))  x 100%
=(26,9-14,9)x0,092x14,008/501,6  x 100 %=3,0831 % 

 %protein kasar = % N x faktor konversi = 3,0831% x 6,25 = 19,27 %

3.2 Pembahasan
Protein dan serat merupakan komponen penyusun bahan pangan. Dalam menentukan kadar protein dan kadar serat terdapat beberapa metode yang digunakan. Dalam praktikum ini, kadar protein di tentukan dengan menggunakan metode Kjehdahl. Metode Kjehdahl adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang terkandung dalam suatu bahan (Sudarmadji, 1989). Selain menggunakan metode Kjehdahl terdapat beberapa cara dalam menentukan kadar protein, yaitu dengan cara Van Slyke, metode Lowry, cara Dumas, metode Biuret, metode Spektrofotometer UV, metode Turbidimetri, metode Pengecatan, dan penentuan protein dengan titrasi formol. Kemungkinan metode Kjehdahl yang dipilih dalam analisa kadar protein ini karena agar tingkat kesalahan yang terjadi lebih sedikit, penyesuaian dengan alat dan bahan yang ada, waktu yang tersedia, serta pelaksana praktikum (praktikan). Metode yang lain juga lebih rumit dan terkadang hasilnya kurang tepat. Misalnya dalam metode Lowry, metode Biuret, dan metode Spektrofotometri harus menggunakan perhitungan-perhitungan gelombang dan memerlukan table kuva standar, sehingga akan lebih sulit jika menggunakan metode ini. Meskipun metode Kjehdahl ini memiliki kelemahan yaitu seharusnya dalam menentukan kadar protein, hanya nitrogen yang terdapat dalam protein saja yang ditentukan tetapi seluruh komponen yang mengandung unsur N selain protein juga terhitung. Sehingga penentuan kadar  protein dengan metode Kjehdahl ini sering disebut sebagai  kadar protein kasar. Terdapat beberapa senyawa selain protein yang mengandung unsur N, misalnya urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin. Analisa protein dengan metode Kjehdahl ini tedapat tiga tahapan yaitu metode destruksi, destilasi, dan titrasi. Sebelum tahap destruksi dilakukan lemak dalam sampel bungkil kelapa dihilangkan terlebih dahulu karena lemak memerlukan asam sulfat (H¬2SO4) lebih banyak dan waktu destruksi yang cukup lama. Penambahan katalisator dalam tahap destruksi ini bertujuan agar titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga proses destruksi akan lebih cepat. Proses destruksi ini sudah selesai apabila larutan menjadi jerbih atau tidak berwarna. Pada tahap destruksi, sampel akan menjadi unsur-unsur penyusunya, nitrogen dalam sampel akan berbah menjadi ammonium sulfat ((NH4)¬2SO4).  Tahap selanjutnya yaitu tahap destilasi. Pada tahap destilasi ammonium sulfat ((NH4)¬2SO4) dipecah menjadi  ammonia (NH3) dengan menambahkan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dihasilkan akan ditangkap oleh larutan standar. Pada praktikum ini larutan standar yang digunakan adalah asam klorida (HCl). Proses destilasi diakhiri apabila semua amona terdestilasi sempurna. Kemudian dilanjutkan dengan proses titrasi. Karena penampung destilat yang digunakan adalah asam klorida maka sisa asam klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar 0,1 N. Sebelum proses titrasi, larutan destilat diberi indikator Phenol Pthalein (PP) agar titik akhir titrasi dapat diketahui dan tidak berlebihan. Titik akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda seulas yang tidak hilang selama 30 detik. Pada praktikum ini, persentase nitrogen yang diperoleh dalam sampel bungkil kelapa adalah 3,0831 % dan kadar protein dalam sampel bungkil kelapa yang diperoleh adalah 19,27%. Dalam perhitungan jumlah N pada sampel, selisih dengan titrasi blanko dan sampel merupakan jumlah ekuivalen nitrogen. Setelah diperoleh % N, kadar proteinnya dihitung dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan. Besarnya faktor yang digunakan untuk menentukan kadar protein dalam praktikum ini yaitu 6,25. Apabila faktor konversi tidak diketahui dalam table konversi kjehdahl maka mengunakan faktor konversi 6,25(anonym, 2011).
Serat kasar atau crude fyber merupakan komponen sisa hidrolisis bahan pangan dengan asam kuat selanjutnya dihidrolisis dengan basa kuat sehingga terjadi kehilangan selulosa sekitar 50% dan hemiselulosa 85% (Tensiska,2008). Serat makanan merupakan serat yang masih mengandung komponen yang hilang tersebut. Sehingga serat pada makanan lebih tinggi dibandingkan dengan serat kasar. Serat makanan terbagi menjadi dua kelompok yaitu serat yang dapat larut air dan serta yang tidak larut air. Serat makanan yang tidak dapat larut contohnya adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Sedangkan serat makanan yang larut air yaitu gum, pektin, dan mucilage. Sehingga dalam praktikum ini, yang ditentukan adalah kadar serat yang larut air. Karena dalam proses penentuan kadar serat kasar menghilangkan komponen selulosa dan hemiselulosa mengunakan larutan asam kuat dan basa kuat. Berdasarkan hasil praktikum dan pengamatan dalam sampel bungkil kelapa yaitu berat sampel bungkil kelapa 2,1881 gram, berat kertas saring + residu adalah1,5201 gram, berat kertas saring kosong adalah 0,7884 gram. Ditentukan dengan analisa serat kasal sehingga asil serat kasar yang diperoleh adalah 33,44%. Prinsip analisa ini adalah komponen dalam sampel yang tidak larut dalam larutan asam dan alkali encer dengan pemanasan dan pendingin balik dalam kondisi tertentu. Bagian yang tidak larut dicuci dan dikeringkan serta ditimbang sebagai serat kasar dalam bahan sampel. Penentuan kadar serat dalam praktikum ini yaitu dengan cara gravimetri. Cara gravimetri merupakan salah satu metode kimia analitik untuk menentukan kuantitas suatu zat atau komponen yang telah diketahui dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni setelah melalui proses pemisahan. Analisis gravimetri melibatkan proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu (Khopar, 1990). 
   
KESIMPULAN 
1.  Penentuan kadar protein yang digunakan dalam praktikum ini yaitu cara Kjehdahl melalui proses detruksi, destilasi dan titrasi.
2. Kadar protein kasar dalam sampel bungkil kelapa adalah 19,24 %.
3. Kadar serat kasar  dalam sampel adalah bungkil kelapa adalah 33,44 %.
4. Penentuan kadar serat kasar yang digunakan dalam praktikum ini yatu metode gravimetri.
5. Prinsip cara Kjehdahl dalam praktikum ini yaitu mula-mula bahan didetruksi dengan HCl pekat dan sikatalis dengan selenium oksiklorida atau Zn. Amonia yang dihasilkan dititarsi dengan bantuan indicator.